Monday, September 28, 2009

Mengatasi Gulma pada Sistem Padi Ladang

oleh: Ikhsan Hasibuan
email: ikhsan.hasibuan@gmail.com

Padi Ladang atau yang juga disebut padi gogo adalah sistem bertanam padi tanpa menggenangi padi dengan air seperti lazimnya di sawah. sistem ini juga dikenal dengan istilah bertanam padi secara aerobik. Sistem ini bisa menghemat penggunaan air hingga 50%.

Dengan manajemen yang baik, padi ladang bisa berproduksi antara 5-6 ton/ha. Namun, produksi tersebut sulit dicapai salah satunya karena tingginya investasi gulma pada sistem pertanaman ini. Pada sistem padi sawah, pertumbuhan gulma bisa ditekan dengan penggenangan air. sedang pada padi ladang gulma tumbuh secara bersamaan dengan tumbuhnya padi. ini adalah kendala utama sistem padi ladang. Oerke dan Dehne (2004) melaporkan kehilangan hasil padi ladang akibat gulma bisa mencapai 30%.

Aplikasi herbisida pre dan post emergence adalah cara yang sangat efektif. Namun, cara instan ini sangat merusak lingkungan dan harus kita tinggalkan dan harus kita pikirkan cara penggantinya.

Cara konvensional adalah dengan hand weeding yaitu menggunakan tenaga manusia untuk mencabut gulma. Cara ini masih diterapkan di Amerika dan di Eropa hingga saat ini. Pada hari-hari tertentu petani mengajak anak-anak sekolah untuk datang mengunjungi pertaniannya, mengenalkan pertanian dan mengajak anak-anak mencabut gulma yang tumbuh. Beberapa petani menggaji anak-anak di hari libur khusus untuk mencabut rumput saja.

Namun pun begitu, di belahan bumi lain cara diatas sulit diterapkan. Sudah bukan hal aneh kalo kita lihat ladang padi yang penuh dengan gulma karena ditinggalkan petaninya akibat tak mampu mengatasi serbuan gulma.

Alternatif lain adalah menggunakan varitas yang bisa bersaing dengan gulma. cirinya adalah mampu tumbuh cepat terutama saat-saat awal pertumbuhan hingga mampu mengalahkan gulma. Namun, varitas ini tidak tersedia bagi semua petani. hanya petani di negara maju yang punya kesempatan untuk memilikinya. Keterbatasan kemampuan riset di negara berkembang membuat pertanian semakin sulit untuk lepas dari bahan kimia.

Cara andalan dari pemikiran saya adalah dengan merapatkan barisan penanaman padi. dengan rapatnya penanaman berarti populasi padi meningkat sehingga penutupan kanopi tanah oleh padi bisa lebih banyak. hal ini berarti menghalai ruang tumbuh bagi gulma. Cara ini akan menjadi ampuh hanya bila pertumbuhan awal padi tidak disertai pertumbuhan gulma. dalam selang waktu 3-4 minggu awal pertumbuhan, bila padi bebas gulma maka pertumbuhan selanjutnya akan tidak banyak terpengaruh.

Monday, September 21, 2009

Bioherbisida; antara ada dan tiada

oleh : Ikhsan hasibuan, MSc
email: ikhsan.hasibuan@gmail.com

Bioherbisida pertama kali diperkenalkan dalam dunia pertanian pada tahun 1970an (charudattan dan dinoor, 2000). Namun, sejak saat itu hingga sekarang bioherbisida tidak pernah sukses menjalankan misinya sebagai herbisida. Dalam pertanian organik pun, bioherbisida bukan menjadi pilihan utama.

Kegagalan bioherbisida di pasaran saprodi juga karena rendahnya efikasi bioherbisida dalam membasmi gulma.

Ini adalah PR besar bagi orang-orang yang tertarik dalam ilmu gulma.

Memang selama ini banyak ahli yang menyelidiki allelopathi sebagai herbisida botani, tapi masih dalam tarap ilmu dasar belum kepada penelitian untuk kepentingan komersil.

Beberapa penelitian bioherbisida terbukti sukses dalam skala laboratorium, seperti penggunaan virus untuk membunuh gulma tertentu, tetapi saat uji coba di lapangan terbuka hasilnya sangat labil tergantung pada cuaca, temperatur, angin, air tanah, dll.

Ketidakstabilan inilah yang membuat hasil penelitian bioherbisida tidak bisa diterapkan di lapangan apalagi untuk dikomersilkan dipasaran, resikonya masih besar.

Pentingnya Mengurangi Penggunaan Herbisida

oleh: Ikhsan Hasibuan, MSc
email: ikhsan.hasibuan@gmail.com

Di perkenalkannya herbisida dalam dunia pertanian pada tahun 1940 memicu pesatnya pertumbuhan pertanian terutama dari segi luasan lahan dan pengurangan tenaga kerja secara signifikan.

Sejak saat itu, penggunaan herbisida dijadikan standar dalam pengendalian gulma. Namun akibatnya juga petani menggunakan herbisida seolah tanpa batas karena keinginan untuk membunuh gulma setuntas mungkin. Hal ini yang memicu negara-negara maju membatasi penggunaan herbisida. sedang di negara berkembang seperti Indonesia, kesadaran kearah ini masih belum ada. Bahkan anehnya herbisida terbatas malah digunakan secara bebas. contoh herbisida terbatas adalah paraquat (contoh merk: paracol)

Alasan-alasan mengapa herbisida perlu dikurangi atau dihilangkan dari sistem pertanian:

1. meracuni makanan atau produk pertanian karena residu yang menempel.
2. mengganggu kesehatan masyarakat umum
3. merusak lingkungan
4. adanya laporan bahwa gulma-gulma yang menjadi resistan terhadap herbisida.
5. kesadaran masyarakat akan lingkungan dan makanan yang sehat

Saat ini para ahli gulma sedang focus pada riset tentang usaha pengurangan pemakaian herbisida dan coba mengembalikan kembali manajemen gulma secara preventif bukan kuratif. Strategi yg ditempuh antara lain; mengatur waktu, dosis dan alur aplikasi herbisida yg tepat,

Manajemen Residu untuk Pengendalian Gulma

oleh Ikhsan Hasibuan, MSc
email: ikhsan.hasibuan@gmail.com

Residu tanaman merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan gulma. Residu atau serasah atau juga jerami tanaman tertentu memilik zat kimia alelopati yang bisa menghambat pertumbuhan biji gulma, namun di lain pihak juga bisa sebagai sumber unsur hara yang bisa memicu pertumbuhan tanaman dan gulma. Kontroversi? begitulah alam yang penuh misteri dan memantang kita untuk mempelajarinya.

Selain itu residu juga ini juga bisa sebagai penjaga suhu tanah dan sumber makanan bagi organisme tanah misalnya cacing dan bakteri.

Kembali ke masalah alelopathi, penting bagi kita mempelajari kapan alelopati dilepaskan oleh serasah. Menurut Liebman dan Mohler (2001) proses pelepasan alelopati tergantung pada:
- sifat dekomposisi serasah
- aktivitas biologis tanah
- kondisi fisik dan kimia tanah dan lingkungan
- manajemen kita dalam mengelola serasah (misalnya kapan waktu aplikasinya, dll)

Sampai sejauh ini, data-data dan penelitian tentang kaitan manajemen residu dan perkecambahan gulma masih belum banyak tersedia, ini adalah PR bagi orang yang tertarik dengan ilmu gulma.

beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab adalah:
- bagaimana pengaruh suatu jenis residu terhadap perkembahan benih gulma tertentu
- jenis-jenis tanaman yang mempunyai alelopathi tinggi hingga berpotensi untuk digunakan sebagai serasah
- bagaimana pula pengaruhnya terhadap tanaman utama

Cover crop sebagai pengendalian gulma

Oleh: Ikhsan Hasibuan, MSc
email: ikhsan.hasibuan@gmail.com

Gulma adalah masalah besar dalam sistem pertanian organik karena tidak diperbolehkannya herbisida menyentuh sistem pertanian ini. Masalah gulma ini pula yang menyebabkan banyak petani mengurungkan niatnya untuk mengkonversi lahan mereka menjadi organik.

Demikian juga dalam sistem pertanian konvesional. Herbisida memang pilihan utama untuk mengendalikan gulma namun semakin hari dosis yang digunakan petani makin meningkat karena adanya peningkatan resistensi gulma terhadap herbisida. Selain itu di negara-negara Eropa seperti Belanda, penggunaan herbisida oleh petani dibatasi oleh Undang-undang.

Mengganti herbisida dengan cara lain bukanlah hal yang mudah, namun dengan meletakkan pengendalian dalam bagian dari sistem pertanian terpadu (integrated farming system) masalah gulma bisa ditekan seminimal mungkin. Menggunakan Cover Crop (tanaman penutup tanah) adalah alternatif yang menjanjikan.

Beberapa keuntungan dari cover crop yaitu:

1. Memperbaiki kualitas tanah dengan menyuplai hara
2. dalam kasus tertentu bisa menekan perkembangan hama
3. beberapa jenis cover crop dapat menekan perkembahan biji gulma

Mari kita focus pada point 3, pemilihan cover crop yang mempunyai daya allelopathy yang tinggi bisa digunakan sebagai pengendali gulma (penghambat perkecambahan biji gulma)

Di Eropa, winter rye dan oilseed rape adalah pilihan yang tepat. Di Indonesia pasti juga ada tanaman yang punya kemampuan serupa, namun sayangnya penulis sampai saat ini belum mengetahuinya secara pasti, afwan for this.